Amsal 3:18
“Ia menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya akan disebut berbahagia.”
Oang yang berbahagia seperti pohon yang menjadi berkat bagi orang lain, sehingga setiap orang yang memegang kita akan mendapatkan kebahagiaan* (ay. 18).
Salomo dengan jelas mengkaitkan hikmat dengan kebahagiaan bahwa orang yang berhikmat akan memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya dan kebahagiaan itu melebihi bahagianya memiliki harta duniawi.
Kebahagiaan orang berhikmat meliputi umur panjang, kekayaan dan kehormatan. Kebahagiaan orang berhikmat terkait dengan jalan hidup yang benar, jalan hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.
Alasan Salomo mengkaitkan bahwa orang berhikmat itu hidupnya berbahagia, ialah:
a) Orang berhikmat itu hidupnya selalu mempercayai Tuhan dengan sepenuh hati. Apapun persoalan dan tantangan hidup, Tuhan selalu menjadi nomor satu dalam menyelesaikannya dan bukan pada pengertian pribadinya.
Maksudnya, orang berhikmat selalu memahami bahwa ada rencana Tuhan dan campur tangan Allah di dalam setiap peristiwa yang terjadi. Firman Tuhan dihayati sebagai kebenaran utama dalam hidup.
b) Kebahagiaan terjadi karena hidupnya hanya untuk mempermuliakan Tuhan dengan cara selalu berbuat baik dan menjauhkan diri dari kejahatan.
Dengan setia hidup dalam Firman Allah maka orang berhikmat tidak silau terhadap godaan harta dunia. Harta dunia itu nilainya tidak sebanding dengan berkat yang disediakan Allah karena hidup yang taat pada Firman Allah. Mereka yang berhikmat selalu hidup dalam rasa syukur, rendah hati dan selalu mau diajar oleh Firman Allah yang memperbaharui hidupnya terus menerus.
Kebahagiaan orang berhikmat berdimensi vertikal dan horisontal ( hidup bahagia dalam iman kepada Allah dan berbahagia bersama dengan keluarga tercinta).
c) Kebahagiaan dalam mencapai tujuan hidup yang kekal dan bukannya semu. Maksudnya, nampak berbahagia secara penampilan padahal dalam relasi dengan orang lain bermasalah.
Misal, suami istri yang nampaknya harmonis, ternyata sedang berperkara di pengadilan untuk bercerai. Mereka seolah-olah berbahagia hanya demi menjaga kegembiraan anak-anak mereka.
Sangat memprihatinkan dan menyedihkan saat secara finansial berlebihan, muncul ketidak-percayaan terhadap orang yang terkasih. Bukan kebahagiaan temporer atau sewaktu-waktu yang dikejar dan diharapkan, tetapi kebahagiaan yang sempurna sampai maut memisahkan. Kebahagiaan dalam kesetiaan dan dalam penyerahan diri pada kuasa Tuhan Yesus yang ajaib.
Sayangnya banyak orang sangat ambisius mengejar kekayaan, pangkat dan jabatan dunia serta mengorbankan apa yang penting dalam hidup mereka (pertemuan keluarga). Akhirnya, di tengah keluarga tidak ada komunikasi yang sehat dan membangun ketika masing-masing tiba di rumah dengan membawa kelelahan dan beban kerja. Pada hal, sukses dalam karir tanpa pimpinan Tuhan, bisa membuat anak-anak hidup dalam dunianya sendiri dan mengabaikan ketaatan hidup kepada Allah.
Kebahagiaan itu adalah pemberian Tuhan bagi siapa saja yang mencari kemuliaanNya. Kebahagiaan hanya dapat diusahakan jika setiap orang selalu setia dan taat kepada Firman Tuhan. Dengan firmanNya, Tuhan ingin agar kita diberkati dan menjadi berkat bagi orang lain (pohon kehidupan), artinya Tuhan ingin agar melalui diri dan kehidupan kita, orang lain juga dapat merasakan berkat dan kasih Allah dalam kehidupan mereka. Amin
tetaplah semangat dan selalu bertekun dalam doa
Pdt. Sikpan K.P. Sihombing, MTh, MPd