IndependenNews.com, Batam | Pembongkaran yang dilakukan terhadap ruko dan kios di Pasar Melayu Raya, Kelurahan Bukit Tempayan, Kecamatan Batu Aji, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, tidak berjalan mulus. Banyak pemilik kios dan ruko yang mendukung, tapi tidak sedikit pula yang menolak.
Berdasarkan pantauan IndependenNews.com pada Selasa, (05/04/2022) lalu, para pemilik kios dan ruko yang menolak pembongkaran, datang ke lokasi bekas Pasar Melayu Raya, meminta agar kegiatan tersebut dihentikan. Namun, proses pembongkaran terus berjalan.
Diketahui, pembongkaran dilakukan oleh Pimpinan Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP), Hadislani, yang dimulai sejak Selasa, 15 Maret 2022 lalu, tanpa ada ganti rugi. Para pemilik kios dan ruko yang menolak menilai bahwa Hadislani tidak memiliki legalitas untuk melakukan eksekusi atau pembongkaran.
Lia, salah seorang pemilik kios mengatakan, kepemilikan atas lahan seluas 26.360 m2 (2,636 Hektar) itu, merupakan hak dan wewenang dari Badan Pengusahaan (BP) Batam. Namun kata Lia, Hadislani mengklaim bahwa lahan tersebut adalah miliknya selaku Pimpinan HPKP. Dengan klaim itu, kemudian melakukan eksekusi.
“Kita sudah tinjau ke BP Batam, bahwa lahan ini bukan punya dia (Hadislani) karena tidak menyelesaikan kewajibannya seperti tidak bayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Harusnya BP Batam yang berhak mengeksekusi, tapi belum berani karena belum memberikan ganti rugi,” ucap Lia saat dikonfirmasi dilokasi kejadian.
Lia melanjutkan, pihaknya juga telah melaporkan kejadian tersebut ke Kepolisian Resort Kota (Polresta) Barelang, Kota Batam. Namun, eksekusi tidak dapat dihentikan, karena warga tidak dapat memberikan sertifikat mereka yang asli sebagai bukti laporan.
“Sertifikat kami yang asli sedang berada di Kejaksaan sebagai barang bukti untuk kasus sebelumnya. Tapi kami sudah memberi bukti Serah Terima Sertifikat dan Akta Jual Beli dari Kejaksaan, tapi tidak ditindaklanjuti,” tuturnya.
Sementara itu, Pimpinan HPKP, Hadislani mengaku bahwa ia adalah pemilik sah lahan tersebut, sesuai Putusan Hukum Nomor 15/G/2014 PTUN-TPI Juncto (Jo.) Nomor 137/B/2015/PT.TUN-MDN Jo. Nomor 27 K/TUN/2016 Jo. Nomor 123 PK/TUN/2017.Nomor 232 Pdt.G/ 2018/PN/BTM.
“Saya menggugat Otorita Batam, BPN dan Developer PT Tiara Mantang sebagai tergugat Intervensi dan mereka kalah semua pada 2017 lalu. Saya juga sudah menyurati Mahkamah Agung bahwasannya lahan itu sudah milik saya sesuai putusan, jadi saya berhak atas lahan itu,” ucap Hadislani saat dikonfirmasi, Rabu (06/04/2022).
Atas dasar putusan itu, Hadislani mengaku memiliki legalitas untuk melakukan eksekusi. Oleh karena itu, ia memberikan surat pemberitahuan eksekusi kepada Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Kepolisian Sektor (Polsek) Batu Aji, Polresta Barelang, serta Surat Peringatan atau SP 1, SP 2 dan SP 3 kepada pemilik kios dan ruko untuk mengosongkan bangunan.
“Mereka bilang saya tidak pemenang, saya penipu, malah saya dikeroyok lagi. Nah, kemungkinan mereka belum tau dan itu juga dimuat dalam media koran waktu kemenangan saya. Nah, mereka ini entah tidak pandai baca saya tidak tau,” tuturnya.
Terkait kewajiban membayar UWTO, Hadislani mengaku belum ditagih oleh BP Batam. “Tapi kalau BP Batam menagih ke saya, saya tetap bayar,” ungkapnya.
Terkait desakan warga meminta ganti rugi, Hadislani mengaku sudah pernah melakukan mediasi dengan pemilik kios dan ruko di Polsek Batu Aji. Ia menawarkan solusi untuk mengganti uang mereka sesuai dengan harga sebelumnya.
“Kalau mereka tidak mau, nanti kita jual bangunannya dan duitnya kita kasih ke dia. Karena saya tidak pernah memungut uang dan memakai aset mereka. Kecuali asetnya saya pakai seperti ruko yang di depan. Ini saya lakukan atas dasar kemanusiaan,” jelasnya.
Ia meminta kepada pemilik kios dan ruko yang menolak, untuk tidak menghabiskan energi. Ia berharap, jika nanti melakukan pertemuan, masalah tersebut dapat teratasi.
“Coba dia tanya, besi berapa sekarang? dulu 600 satu ton, sekarang udah 18 juta, masa kita kasih segitu, logika saja. Kalau kemaren tahun 2018 saya juga tawarkan 15 juta satu meter, kalau sekarang besinya berapa ini, kita transparan aja nanti,” tuturnya.
Ia menyarankan, seharusnya pemilik kios dan ruko menuntut pihak Developer tempat mereka membeli yakni PT Tiara Mantang dengan melakukan gugatan ke Pengadilan, bukan membuat laporan ke Polisi.
Ia juga mengaku, mayoritas konsumen mendukung pembongkaran. “Sudah banyak konsumen yang setuju dan mendaftar lebih dari 80 persen,” katanya.
Hadislani menjelaskan, adapun alasan dilakukan pembongkaran, dikarenakan mutu bangunan yang tidak bagus, tidak tersedianya fasilitas seperti air. Oleh karena itu, dirinya ingin membangun apartemen di atas lahan bekas Pasar Melayu Raya tersebut.
“Dulu juga tidak ada listrik disitu, dan air yang ada dibelakang itu saya yang masukkan pakai duit pribadi saya. Itu kesalahan developer (PT Tiara Mantang), tapi saat persidangan kemaren ada 60 konsumen yang menggugat dan sekarang sudah dibayar selama 30 bulan,” terangnya.
Ia menegaskan, pembongkaran tersebut akan tetap berlanjut karena sudah ada kontraktor yang memberikan surat penawaran. Pembangunan tersebut kata Hadislani, juga sudah masuk di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Karena sudah masuk di PUPR, saya tidak bisa macam-macam lagi. Jadi jika ada masyarakat yang salah persepsi ya tidak apa-apa,” ungkapnya.
Terakhir, Hadislani mengatakan bahwa pembongkaran dilakukan hanya untuk kios saja. Untuk ruko, dirinya berencana menghadirkan konsultan untuk mengecek terlebih dahulu kelayakan bangunan.
“Ruko belum kita eksekusi, karena saya berencana mau melibatkan konsultan untuk melihat layak atau tidaknya bangunan tersebut berdiri. Kalau layak kita lanjutkan, dan kalau tidak layak kita akan bongkar karena akan membahayakan,” tutupnya. (SOP)