INDEPENDENNEWS.COM, NATUNA — SKK Migas dan Medco Natuna, Ciptakan Wartawan Profesional Lewat Pelatihan Jurnalistik, jurnalistik sesuai dengan tugas utama nya yakni meliput dan menulis fakta di lapangan, mulai Peristiwa, Realitas sosial dan Fenomena menjadi berita.
Keahlian menulis itu menjadi Peluang dalam berkarya melalui Jurnalistik, dan penyeimbang informasi Media cetak maupun Online, untuk konsumsi di tengah-tengah Masyarakat. Seiring dengan kemajuan Zaman dan teknologi, khusus nya dibidang informasi, menuai dampak positif maupun negatif.
Hal positif nya, para Jurnalistik menjadi aspirasi Masyarakat di lapangan, dalam mengexplore setiap Kegiatan Sosial maupun Pembangunan Daerah. Namun tidak sedikit pula, Masyarakat terhasut oleh berita bohong (Hoax), sehingga membuat berita tidak berimbang dan simpang siur, tentu merugikan semua pihak.
Demikian disampaikan Ketua Komisi Kompetensi Pusat PWI, Kamsul Hasan, Pada Selasa (22/10/2019) saat memberikan pelatihan Jurnalistik di Natuna Hotel, pagi Pukul 09.00 WIB.
Dikatakan Kamsul, kehadiran Medco dalam Pelatihan Jurnalistik sebagai upaya untuk membentuk Wartawan Profesional secara, hukum, etika, dan mampu memahami kode etik Jurnalistik serta Pembatasan nya, dan rambu-rambu hukum pada setiap Pemberitaan.
Maka terbitlah, UUD 1945 pasal 28 ini, untuk pertama kalinya di buat UU No. 11 tahun 1966, tentang pokok Pers, dimana Kemerdekaan mengeluarkan pikiran pada masa di awal Orde Baru, di kontrol oleh Surat Izin Terbit (SITU) atau STT, kemudian di rubah melalui UU, No. 21 tahun 1982, menjadi Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP).
Dalam hal ini Perlu nya dasar Pemahaman Pancasila, sebagai wadah Pemersatu Rakyat Indonesia, menjadi pandangan hidup untuk berbangsa dan bernegara, dimana butir-butir Pancasila, menjadi Pasal dalam UUD 1945, sekaligus dasar hukum, dan diluar UUD yang tidak sesuai Pancasila, maka diuji melalaui mekanisme Konstitusi.
Menurutnya Pancasila adalah bentuk dasar bernegara serta hukum yang ada, terlebih para Jurnalistik dengan segala bentuk kegiatan liputan maupun Investigasi di lapangan. Berbagai polemik akan di hadapi disana, mulai dari sumber berita, materi pendukung, hingga pemberitaan yang berimbang dan akurat.
Kebebasan berpendapat dan komunikasi, telah di atur dalam, pasal, 28 UUD 1945, namun tidak menutup kemungkinan para Jurnalistik bisa terjerat hukum walaupun menjadi tanggung jawab Dewan Pers.
Hadir nya pasal 28 B UUD 1945 tentang perubahan bidang komunikasi, bisa menjerat Jurnalistik apabila tidak cermat dan hati-hati di setiap pemberitaan nya, dalam UUD 1945 pasal 28 , hak seorang anak harus di lindungi dalam kelangsungan hidup, termasuk identitas, apabila suatu saat persoalan anak hingga identitas nya terexpose ke Media, bisa dikatakan melanggar hukum, dan menjerat Jurnalistik tersebut secara hukum.
“Inilah yang perlu kami sampaikan kepada teman-teman Wartawan, agar lebih memahami hukum, sebagai tolak ukur dalam setiap peliputan, dan memahami rambu-rambu hukum, untuk kepentingan Jurnalistik umum nya.
Dalam UU SPPA, perlindungan hukum terhadap anak, tidak berlaku UU Pers 5W-1H, sebab anak dibawah umur 12 tahun, tidak bisa dijerat hukum pidana, sehingga UU Pers harus di ketahui definisi nya, pemahaman badan hukum Pers, kewajiban sebagai Wartawan serta pertanggung jawaban nya, agar sejalan dengan UU, SPPA.
Begitu juga tentang Penyiaran, baik itu secara striming internet atau teresterial, agar dapat di pahami perbedaan nya, dalam ketentuan umum pasal 1,serta memahami hak Penyiaran , maupun arah Penyiaran, juga tupoksi nya , telah diatur UU sanksi Penyiaran, baik berbentuk lisan atau tertulis, hingga pemberhentian sementara, bahkan Pidana Penyiaran dalam pasal, 57 dan pasal 58.
Seiring berjalan nya Demokrasi, dan kebablasan berpendapat, maka lahir lah UUD ITE, tentang Informasi Elektronik.
Segala bentuk berita bohong, konten kesusilaan, pencemaran nama baik, maupun sara, disini lah penting nya peranan Media, sebagai penyeimbang berita berdasar kan fakta dan memahami situasi yang terjadi untuk di konsumsi dan meluruskan berita Hoax, serta tau apa pokok materi pemberitaan berimbang.
Dengan begitu pemahaman kerja dalam Etika Media, akan menemukan etikad baik setiap pemberitaan, yang di atur dalam pasal, 1 KEJ.
Baik itu mengenai Verifikasi, keberimbangan, dalam pasal, 1 dan 3, azas praduga, diskriminasi, semua itu dapat berjalan baik dengan mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat, serta hak jawab dan koreksi.
Terkait pemahaman tentang golongan pemberitaan, terkait penggolongan program maupun door stop, (penolakan nara sumber), maka Jurnalistik berhak menerima penjelasan atau persetujuan, apabila ada penolakan maka ada hukum yang berlaku dalam pasal, 23-P3.
Setiap Media harus mempunyai multi Plat form dalam peliputan, mulai dari mengumpulkan informasi, latar belakang, atau riset teknologi dan menetapkan jenis berita, apakah berita lempang, berita mendalam, serta investigasi, sehingga akurat dan mempunyai perlindungan hukum bagi Jurnalistik.
Sistim materi peliputan yang aktual didasari indikator kerja, seperti, memilih fakta, data, opini dan gosip, nara sumber, serta menentukan liputan dengan menyesuaikan peristiwa dan topik maupun tenggat Media.
Tentu semua itu harus di dukung sarana penunjang, kebijakan Media dalam pengusulan biaya liputan, akomodasi, transportasi dengan lokasi liputan dan kemampuan nya.
Sehingga Berita berimbang dan keadilan sosial dapat tercapai, dalam bentuk Penyiaran, baik itu striming maupun Media cetak dan online, semua itu untuk kepentingan Bangsa serta Pembangunan Daerah Indonesia.
CSR hadir sebagai Wadah kebijakan Pemerintah, baik itu untuk Negeri ini,khusus nya para peserta Jurnalistik, agar memahami hukum dan tupoksi nya, serta kebebasan dan batasan berpendapat yang di atur UUD 1945,pasal 28,sehingga tidak terjerat hukum yang berlaku.
Di Penghujung acara, Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat, Kamsul Hasan, SH, MH, berpesan, agar seluruh Jurnalistik menjalani kan Kode Etik Jurnalistik./Budi.