Titus 2:7
Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu
Renungan hari ini ialah nasehat yang disampaikan Paulus (dalam suratnya) kepada Titus, supaya Titus menjadi teladan bagi orang lain, bukan dalam hal berbuat salah atau berbuat dosa, melainkan menjadi teladan dalam berbuat baik (ay. 7a).
Nasehat ini diberikan Paulus kepada Titus, mengingat Titus sebagai seorang anak muda, berhadapan dengan banyak tawaran dan godaan. Dan sebagai seorang pemuda, Titus mengemban satu tugas pelayanan yang cukup berat sekaligus penting dan strategis. Dia harus melayani semua orang, orangtua maupun anak muda, suami, isteri dan siapa saja.
Dalam mengemban tugas (pelaynan) itu, Titus harus memperlengkapi/membekali semua anggota jemaat tanpa kecuali, sesuai dengan keberadaannya masing-masing. Dalam tugasnya,
Titus jangan mengandalkan mengajar dengan mulutnya (Unang holan hata), tetapi menuntun dengan cara hidup yang baik dan benar bagi bagi laki-laki yang sudah tua, maupun pada perempuan-perempuan yang sudah, pemuda, dan semua orang. Inilah pola pelayanan yang harus dilakukan Titus menurut Paulus yakni (meminta Titus) agar mengutamakan (mengembangkan)
pelayanan “non mulut” (memperkecil kata/ucapan),” tetapi memperbanyak perbuatan, sikap dan prilaku hidup yang nyata yang dapat dicontoh/ditiru. Nasehat inilah yang merupakan sikap terpenting dalam kehidupan seluruhnya orang percaya sekarang.
Menjadi ”teladan”, artinya ada sesuatu yang harus ditiru, dicontoh tentang hal-hal-hal yang baik. Tanpa teladan, maka seseorang akan meruntuhkan dengan tangan yang satu apa yang dia bangun dengan tangan lainnya. Pada maksud ini, menjadi teladan (Titus yang masih muda): ia dituntut menjadi seorang hamba Tuhan yang “matang, dewasa dalam sikap/karakter (paripurna)”.
Artinya dia bukan hanya sekedar melayani, mengajar dan memberitakan Injil begitu saja, tapi terutama dia harus menjelaskan dan memberikan contoh yang baik dan benar dalam kehidupan nyata. Titus harus mengajar tentang apa yang harus dilakukan, melakukan apa yang dia ajarkan. Apa yang dia beritakan dan kabarkan, adalah apa yang juga dia praktikkan dalam hidupnya. Dia melakukan apa yang dia ajarkan, dan mengajarkan apa yang dia lakukan. Titus harus memberikan contoh tentang apa yang dia beritakan dan ajarkan kepada jemaat di mana dia pergi dan berada, dan kepada siapapun juga.
”Jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu.” (ay 7). Dari ayat ini dua sikap (menjadi teladan) fundamental yg diminta Paulus kepada Titus, yakni:
a). Titus hendaknya jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaran (ay. 7b). Pengajaran yg menunjukkan pelayanan Titus ke jemaat. Titus sebagai salah seorang hamba Tuhan tentunya harus memberikan pengajaran yang baik kepada jemaat yang dilayaninya. Titus menjadi teladan melalui pengajaran yang disampaikan dalam pengajaran yang jujur. Apa yang diajarkan oleh Titus harus juga dilakukan oleh Titus sendiri, misalnya pada pengajaran Firman tentang:
“Jangan berbohong sementara ia sendiri masih suka berbohong?” Inilah pengajaran yang, sungguh-sungguh serius dan tegas. Apa yang diajarkan kepada jemaat haruslah sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Jika memang masih ada dosa dalam jemaat misalnya “dosa personal” atau komunitas, seorang hamba Tuhan yang baik/jujur, ia harus berani menegur “perlakuan dosanya” tanpa takut kepada si jemaat (berpengaruh) yang ditegur …dan bukannya justru membiarkan! Jemaat harus dibawa naik ke level pemahaman bahwa sudah saatnya mereka mengiring Tuhan dengan sungguh-sungguh , supaya tidak bermain-main dengan perilaku dosanya.
b). Paulus juga ingin agar Titus sehat dan tidak bercela dalam pemberitaannya (ay. 8a). Pemberitaan di sini menunjukkan pelayanan ke luar jemaat, yaitu memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal kasih Kristus. Pemberitaan yang dilakukan haruslah pemberitaan yang sehat, yaitu yang berdasarkan kepada kebenaran Firman Tuhan dan ajaran-ajaran yang benar. Fokus pemberitaan Injil haruslah terletak pada Injil itu sendiri, kepada kasih Allah dan pengorbanan Kristus, dan bukan fokus kepada sang pemberita Injil atau pada hal-hal lainnya. Paulus mengharapkan agar dalam memberitakan Injil, Titus tidak bercela dalam pemberitaan tersebut. Tidak bercela ini dapat berarti bahwa apa yang diberitakan oleh Titus memang benar-benar kebenaran dan tidak ada satu kata pun yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan.
Kepada kita/pembaca renungan hari ini, nasehat ini penting bahwa:
a). Mengajarkan dengan kata-kata dan memberi contoh/teladan, inilah yang seharusnya orang Kristen dan keluarganya lakukan dalam hidup nyata keseharian kita, harus menjadi teladan dalam berbuat baik. Bila tidak demikian, maka kekristenan (sebagai orang Kristen) kita menjadi mepermalukan diri kita di hadapan orang yang bukan Kristen. Dengan memberi contoh perilaku yang baik (menjadi teladan), maka kita sebagai keluarga/jemaat Kristen (sekaligus sebagai hamba Tuhan), maka kita mengajar dan memberitakan Injil Kristus dalam keteladanan yg tdk hanya dengan perkataan (kotbah dalam kata-kata bahasa verbal), tetapi lebih melalui bahasa nonverbal.
b). Dalam “pertarungan iman” (menunjukkan keteladanan) dengan penganut agama/keyakinan iman lain, selalu terbuka kemungkinan akan adanya “serangan balik” bagi pelayanan kita. Hanya dengan menjadi “teladan yang sempurna/paripurna sesuai ajaran Kristen” maka tidak ada “lawan/musuh” (keyakinan iman lain) yang dapat mempersalahkan kepelayanan/pemberitaan (Injil) kita yang “sempurna” itu. Maka jadilah sebagai pelayan (orang Kristen) teladan dalam semua keberadaan kita, sehingga dari hidup kita, nama Tuhan dimuliakan dan diagungkan selamanya.
c). Kita sungguh menyadari bahwa sangat sulit untuk menjadi teladan, dan berdampak secara besar. Yang kita rindukan bersama ialah bahwa dari apa yang Tuhan percayakan, belajar menjadi teladan di lingkungan kehidupan yang lebih luas (di dalam dan luar jemaat), ialah ”berupaya belajar dan memulai dari hal-hal kecil”. Misal, ketika kita sedang dan telah berkegiatan (sebagai makna melayani), mari berkegiatan/melayani dengan benar, misalnya datang tepat waktu, jujur, usahakan tidak berbohong, mencari alasan pembenaran diri, ada persiapan diri. Demikian dalam kehidupan di masyarakat (luar jemaat), di sekolah, di kantor, di lingkungan tetangga …dan lain-lain, mari menjadi teladan dalam perkataan dan tingkah laku, sehingga orang lain yang melihat kita, mereka sungguh melihat kasih Allah dalam diri kita. Marilah melakukan (menjadi) teladan dengan memulai dari hal yang sederhana, jadilah teladan dalam hal berbuat baik. Marilah juga bertekad menjadi teladan dalam segala sesuatu yang baik, supaya kita tidak dibuat malu oleh dunia, sebaliknya Tuhan justru Tuhan kita Yesus Kristus dimuliakan orang berkeyakinan iman lainnya! Amin
tetaplah semangat menjadi teladan, selalu bertekun dalam doa
Penulis : Pdt Sikpan Sihombing Sth