IndependenNews, Nusakambangan | Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly, melakukan peninjauan pembangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Pulau Nusakambangan, Provinsi Jawa Tengah, Selasa (14/12/2021).
Pembangunan Lapas baru di Nusakambangan yaitu Lapas Maksimum Sekuriti Ngaseman, Lapas Maksimum Sekuriti Glandakan, dan Lapas Minimum Sekuriti Nirbaya.
Dalam kunjungannya, Yasonna mengatakan bahwa pembangunan Lapas baru tersebut antara lain untuk mengatasi permasalahan kapasitas yang berlebihan yang kerap dialami oleh Lapas dan Rutan di seluruh Indonesia.
“Salah satu upaya kita antara lain karena over kapasitas yaitu kita harus membangun. Tapi kita lihat mahal sekali. Karena mayoritas 50% lebih kasus narkoba, maka penyelesaian tentang narapidana narkoba ini harus kita pikirkan,” tuturnya.
Di samping itu, ia menyebutkan bahwa solusi terkait permasalahan over kapasitas tidak hanya dengan membangun lapas baru, namun juga diperlukan upaya antara lain melalui revisi Undang-Undang Narkotika.
“Di samping pembangunan Lapas tentunya kita juga membuat rencana-rencana retribusi, pembinaan kemandirian dan juga akar masalahnya kami akan merevisi Undang-Undang narkotika,” paparnya.
Menurutnya, revisi UU Narkotika menjadi sangat diperlukan sehingga dapat dulakukan rehabilitasi kepada para pemakai dibandingkan membawa ke dalam lapas. Oleh karena itu, ia berharap agar tahun depan masuk Prolegnas.
Sementara itu, anggaran yang dikucurkan dalam pembangunan lapas sangatlah besar yakni Rp 131 Miliar dan belum termasuk peralatan seperti kasur pembinaan dan lain-lain.
“Makanya saya mengatakan kalau kita berkejar-kejaran membangun Lapas dengan jumlah kejahatan yang ada, keuangan negara tidak akan mampu. Anggaran 131 miliar, belum untuk peralatan-peralatan seperti kasur, pembinaan dan lain-lain. Jadi memang mahal sekali. Karena narkoba, ini maksimum sekuriti, ada narkoba dan bandar. Mudah-mudahan kalau ada anggaran nanti dan uang kita cukup akan kita bangun lagi. Karena tanah kita di Nusakambangan ini 21000 ha,” jelasnya.
Lebih lanjut Yasonna mengatakan bahwa, akar masalah yang harus diselesaikan terkait pemidanaan ini adalah melalui pendekatan restorative justice.
“Maka saya pikir program pembinaan yang harus kita lakukan, pendekatan dan paradigma untuk melihat analisis penyebab-penyebab kejahatan dan pidana ini memang harus berkelakuan baik daripada kita pelihara di dalam dengan biaya yang sangat besar, tentu dengan asesmen,” tegasnya.
Menutup penjelasannya, Yasonna berharap kejadian di Lapas Tangerang menjadi pembelajaran sekaligus untuk dilakukan evaluasi.
“Kita akan memetakan seluruh permasalahan yang ada di Lapas. Peristiwa Lapas Tanggerang tentu menjadi pembelajaran untuk kita, kami harus menyiapkan anggaran untuk perbaikan perbaikan peralatan listrik untuk lapas-lapas yang sudah tua. Kalau cukup uang tentu bangun baru. Tapi kan kembali kita harus banyak skala prioritas pemerintah lain untuk pembangunan ekonomi,” pungkasnya.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Reynhard Silitonga; Sesditjen Pemasyarakatan, Heni Yuwono; Direktur Keamanan dan Ketertiban Abdul Aris, Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Muji Raharjo; dan Kepala Biro Umum, A.A. Gede Krisna.
Sementara dari Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, dihadiri oleh Kakanwil A. Yuspahruddin, PLT Kepala Divisi Pemasyarakatan, Supriyanto dan Kepala Lapas Kelas I Batu Jalu, Yuswa Panjang. (Iriek/Hms).