Penulis: Nabila Putri , Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.
IndependenNews.com | Pandemi COVID-19 telah menyebar hampir ke seluruh dunia dalam rentang waktu dua tahun terakhir. Indonesia sebagai salah satu dari banyaknya negara yang terdampak dari penyebaran COVID-19 ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai upaya untuk menekan laju penyebaran COVID-19 salah satunya melalui program vaksinasi. Program vaksinasi telah dimulai pada awal tahun 2021 sampai saat ini melalui pemberian vaksin dua dosis yang dilakukan secara bertahap. Selanjutnya, sebagai upaya untuk memperkuat imunitas tubuh atau untuk menghadapi varian baru yang muncul maka beredar rencana pemberian vaksin dengan dosis ketiga atau vaksin booster untuk masyarakat.
Rencana Vaksin booster ini pertama kali disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi melalui rapat bersama Komisi IX DPR RI pada September 2021 yang menyatakan bahwa Indonesia akan melaksanakan vaksinasi booster di awal tahun 2022. Akan tetapi, pemberian vaksin booster ini direncanakan dengan berbayar yang menandakan bahwa tidak semua masyarakat dapat diberikan vaksinasi booster secara gratis karena pemerintah tidak lagi menanggung biaya vaksinasi seperti sebelum-sebelumnya. Pemerintah membuka opsi kepada masyarakat untuk memilih jenis vaksin yang diinginkan. Kabar ini mengundang banyak pendapat mengenai keputusan pemerintah tersebut. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa vaksinasi booster adalah tindakan yang tidak etis. Lantas benarkah demikian? Apakah rencana vaksin booster berbayar ini sesuai jika dilihat dari perspektif etika?
Pemberlakukan Vaksin Berbayar
Pemberlakukan peraturan membayar tidak diberlakukan untuk semua, disebutkan bahwa pihak yang terlepas dari peraturan tersebut adalah kalangan tidak mampu yang termasuk dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada program BPJS Kesehatan. Belum ada penjelasan berlanjut mengenai kelompok masyarakat dan daerah mana saja yang akan diberikan status prioritas disebabkan petunjuk teknis belum dikeluarkan oleh pemerintah. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa untuk pihak yang perlu membayar vaksin booster Covid-19 akan membayar dengan kisaran harga di bawah Rp 300 ribu. Walau belum merupakan harga pasti, harga prakiraan tersebut termasuk tinggi untuk kalangan masyarakat. Padahal, di pertengahan tahun 2021, harga dikabarkan hanya akan berkisar di harga Rp 100 ribu per dosis.
Menyinggung Etika Administrasi dan Teori Etika
Peralihan fokus ke vaksin dosis ketiga menimbulkan resiko kesalahan penyelenggaraan dimana akan ada muncul prioritas pada program yang baru yang menghasilkan dana. Pembagian kinerja ke program penyebaran dosis ketiga mengkhawatirkan ketika masih banyak penduduk sasaran vaksinasi yang belum mendapatkan hak mereka mendapat vaksin. Situasi ini dapat termasuk kurang etis bagi pemerintah. Dalam etika administrasi, keputusan etis diambil harus dengan pemikiran hak-hak individu lain dalam pemenuhan tugas dan kewajiban dari pelaku pemerintahan. Pejabat pemerintahan tidak seharusnya hanya memprioritaskan moral administratornya saja dan memberikan perhatian lebih pada keadaan dan kebutuhan publik. Integrasi kepentingan publik dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan adalah esensial terutama ketika hal tersebut terkait dengan barang publik, yaitu vaksin Covid-19.
Pelaksanaan vaksin booster saat masih banyak warga tidak punya akses vaksin tidak termasuk etis. Prinsip dalam etika utilitarianisme hendaknya dapat membantu dalam menentukan langkah yang tepat. Utalitarianisme yang melihat manfaat terbanyak kepada jumlah terbanyak mempermudah untuk melihat dengan mengejar totalitas vaksin dosis dua menunjukkan etika yang baik. Jika pemerintah lebih dahulu melangsungkan pemenuhan herd immunity melalui vaksin kedua yang menjadi anjuran kepada warga Indonesia yang banyak, etika utilitarianisme ini selaras dengan manfaat terbesarnya yaitu pencapaian herd immunity kepada jumlah terbanyak yaitu jutaan warga yang belum mendapat dosis lengkap daripada vaksin booster berbayar yang sasarannya lebih sedikit.
Strategi dalam Komunikasi Pemerintah terhadap Masyarakat dan Vaksin Booster Berbayar yang bersifat Kontra produktif.
Pemerintah harus berupaya mempunyai strategi komunikasi yang membentuknya kewaspadaan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat agar bersedia dalam menjalankan vaksinasi. Sebab, dalam menjalankan vaksin dosis pertama dan kedua yang gratis aja masih belum kondusif, ini dapat menjadi gambaran pula bahwa program vaksin booster berbayar ini akan menjadi kebijakan yang kurang efektif dan kontraproduktif. Vaksinasi gratis saja masih banyak masyarakat yang tidak bersedia untuk di vaksin, bagaimana jika vaksin tersebut berbayar. Hal ini akan menjadi konflik baru bagi masyarakat yang beranggapan bahwa pemerintah tidak adil dalam berencana karena vaksin ini sebenarnya merupakan barang publik yang mana berpengaruh pada orang banyak dari segala lapisan yang bahkan belum tentu semuanya masuk dalam daftar PBI BPJS.
Bagaimana Seharusnya Arah dari Rencana Vaksin Booster Berbayar ini
Pada hakikatnya vaksin harus gratis karena vaksin termasuk ke dalam barang publik yang seharusnya tidak ada persaingan atau pengecualian dalam mendapatkannya. Hal ini mengacu pada Keppres No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 dan Keppres No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran COVID-19 Sebagai Bencana Nasional. Pada intinya, pemerintah tidak seharusnya mengadakan program vaksin booster berbayar karena ini dapat mengartikan bahwa pemerintah malah membuka kesempatan bisnis vaksin dengan rakyatnya sendiri di masa pandemi seperti saat ini, padahal seharusnya vaksin sebagai barang publik tidak seharusnya mengeliminasi individu atau kelompok tertentu dalam mendapatkannya.
Terakhir, pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan lagi dalam rencana vaksin booster berbayar karena vaksin yang merupakan barang publik sekaligus akan berpengaruh ke semua golongan. Adanya vaksin booster berbayar ini pun tidak dapat dapat dipastikan bahwa seluruhnya termasuk dalam daftar PBI BPJS. Kembali lagi bahwa vaksin merupakan barang publik yang memang seharusnya diusahakan untuk diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat.
Data Diri Penulis
Nama : Nabila Putri
No. Telp : 0895380319749
Alamat : Jl. H. Agus Salim No.1B Delta Pawan, Ketapang, Kalimantan Barat
Referensi
Bertens, K. (2007). Etika, 10th edn, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kemenkes RI. (2020). Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor Hk.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Kemenkes RI. (2021). Buku Saku Tanya Jawab Seputar Vaksinasi COVID-19.
Khusaini, M. (2019). Ekonomi Publik. Universitas Brawijaya Press.
Lulu Lukyani. (2021, Agustus 4). Apa Itu Vaksin Booster?. Kompas. Diakses dari https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/04/204841723/apa-itu-vaksin-booster?page=all
Weruin, Urbanus. (2019). Teori-Teori Etika dan Sumbangan Pemikiran Para Filsuf Bagi Etika Bisnis. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi dan Bisnis Vol. 3, No. 2. ISSN-L 2579-6232.