Roma 12:20
*Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.*
Romans 12:20
*“If your enemy is hungry, feed him; if he is thirsty, give him something to drink. In doing this, you will heap burning coals on his head.”*
Rum 12:20
*Onpe, jumpa male musum, lehon ibana mangan; jumpa mauas ibana, painum! Ai songon na pagukgukkon gara do ho tu atas uluna, anggo dibahen ho songon i.*
Renungan ini merupapkan nasehat rasul Paulus terhadap jemaat untuk senantiasa “hidup dalam kasih“.
Kasih adalah merupakan karakter khusus yang harus dimiliki setiap orang Kristen dalam hubungan dengan orang-orang Kristen lainnya bahkan juga kepada sesama umat manusia.
Pada renungan ini, rasul Paulus menekankan tentang pentingnya jemaat untuk menunjukkan sikap mengasihi bahkan terhadap orang yang memusuhi/seteru (dalam Bahass Inggris: *”enemy” seteru”*) kita.
Sesuai dengan sifatnya, *”kasih”* orang percaya harus bersifat secara universal dan sekalipun terhadap seseorang yang memusuhi/seteru kita.
Hal ini sangat penting karena pengajaran ini berulang-ulang kali disampaikan di dalam Alkitab. Tuhan Yesus juga mengajarkan *”kasihilah musuhmu”.* Kasih harus sungguh-sungguh (tidak berpura-pura) dan orang-orang percaya diperintahkan untuk senantiasa membenci kejahatan dan terus-menerus mengejar kebaikan. Begitu juga orang percaya harus memperlakukan musuh-musuh yang kekurangan sebagaimana kita memperlakukan orang seiman yang kekurangan.
Pada renungan ini, ada pokok pikiran perkataan rasul Paulus yang perlu mendapat perhatian kita yakni ungkapan *”menumpukkan bara api di atas kepalanya”*. Melalui perkataan ini, rasul Paulus mengetahui benar tentang kebudayaan satu suku bangsa pada masanya (yakni Mesir) bahwa jika seorang yang telah melakukan kesalahan, ia harus menghukum dirinya dengan menjunjung di atas kepalanya suatu pinggan yang berisi arang yang membara dalam abu sebagai tanda penyesalan atas kesalahan yang dilakukannya. Dengan dia meletakkan sebuah panci yang berisi bara api yang panas di atas kepalanya, itu menunjukkan kesadaran dan sikapnya yang memalukan, sekaligus bertobat dan akhirnya mau memperbaiki diri. Dengan bara api di atas kepalanya, orang tersebut datang, entah kepada pribadi atau kelompok masyakarat yang dia rugikan, untuk menunjukkan ketulusan dari pertobatannya. Perlu dicatat, bahwa bukan bara api yang diletakkan di atas kepala seseorang itulah yang membawa pertobatan, namun hal itu merupakan bukti yang dilihat dari luar bahwa sebuah pertobatan telah terjadi. Jadi, tindakan ini dilakukan (sesuai maksud budaya di Mesir) adalah untuk memberikan rasa malu kepada yang bersalah itu. Dan gambaran inilah yang dipakai rasul Paulus untuk menjelaskan tindakan kebaikan kita dan mengasihi orang yang tidak senang (yang memusuhi/seteru) kepada kita, supaya orang yang tidak senang kepada kita itu malah berbaikan kepada kita dan saling mengasihi dan menghormati.
Lalu, pada renungan ini, Paulus memberikan arti baru (yang lebih tinggi) pada tindakan itu sebagai *“perlakukanlah musuhmu dengan baik hati”*, dan melakukan kebaikan pada musuh, maka melalui (kebaikan hati) itu, kita dapat melunakan hatinya yang keras dan membuang wataknya yang jahat. Cara terbaik untuk menghilangkan seorang musuh adalah menjadikan dia teman dan setiap orang Kristen yang berasaskan kasih, ia harus bersikap belaskasihan juga terhadap musuh/seteru. Kongkritnya, sesuai pesan renungan ini, berbaikan hati kepada musuh/seteru yakni *“memberi makan, membagi-bagikan, memberi-kasih, mengasihi”*. Misalnya, kalau kita memberikan barang kepada orang lain, itu membuang atau merusakkan dan tentu kita akan marah karena permberian kita tidak dihargai, tetapi kita tidak boleh marah karena barang yang kita beli itu bukan lagi hak kita tetapi, milik orang lain.
Jadi jelas bahwa dengan *“memberi kasih/melakukan kebaikan kepada musuh,”* pada akhirnya kita bisa mengalahkan kebenciannya terhadap kita. Ini berarti bahwa musuh sekalipun, ia akan malu atau merasa menyesal apabila kita tidak berbalik memusuhinya, sebaliknya kita memperlakukannya dengan baik.
Nah…! Inilah motivasi (yang menguatkan) kita pada hari ini yakni:
a). Ketika seseorang dikatakan ‘memberi makan dan memberi minum’ musuhnya, maka tindakan tersebut dikatakan bahwa orang tersebut dapat dikatakan sedang menekankan usaha untuk memperlakukan musuh dengan keramahan dan kebaikan. Dengan kebaikan yang ditunjukkan, maka ada kemungkinan musuh justru bertobat dari tindakannya yang memusuhi. Tidak perlu membalas perbuatan jahat musuh dengan perbuatan jahat atau yang lebih jahat lainnya supaya musuh tersebut sadar. Justru dengan membalas via perbuatan baik, hal itu memungkinkan musuh menyadari kesalahannya.
b). Kita sadar bahwa kebiasaan hidup (semua) manusia di dunia ini ialah *”membalas kejahatan dengan kejahatan”*. Satu pukulan dengan satu pukulan, satu kata kutukan dengan satu kutukan, kecaman dengan kecaman, penghinaan dengan penghinaan, umpatan dengan umpatan, mata ganti mata. Namun dalam aktifitas (sebuah) peperangan, maka keduabelah pihak akan merasakan kesakitan. Kedua-duanya akan hancur. Juga belum ada kepastian bahwa di pihak kitalah yang menang. Tetapi dengan membalas kejahatan dengan kebaikan, akan menjadikan kita sebagai pemenang dan kita tidak akan dirugikan sedikitpun. Oleh karena itu, mari kita jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, namun kejahatan seteru kita, kita balas dengan kebaikan. Misalnya, *dengan cara memberi mereka (Musuh/seteru) makan pada saat mereka lapar, memberi mereka minum pada saat mereka kehausan.”* Dengan demikian sama dengan menumpukkan bara api diatas kepala seteru kita (indahnya pesan moral Kristen), Amin
*tetaplah semangat dan teruslah bertekun dalam doa*