IndependenNews.com, Batam | Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri, Lagat Siadari, menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dilaksanakan Komisi I DPRD Batam, terkait pembongkaran Apartemen indah Puri, pada Rabu (19/01/2022).
Rapat tersebut juga dihadiri oleh sejumlah warga apartemen Indahpuri, Kecamatan Sekupang, kota Batam yang menuntut keadilan atas tindakan perusahaan yang melakukan pembongkaran secara paksa terhadap tempat tinggal mereka
Dalam kesempatan itu, Lagat menyampaikan bahwa kehadirannya dalam agenda tersebut untuk memberikan pendapat terkait isu yang menyita perhatian publik tersebut yang bahkan sudah sampai mencuat hingga ke media Internasional seperti Singapura.
Namun, Lagat sendiri sangat menyayangkan rapat tersebut harus ditunda dikarenakan pihak yang menjadi kunci permasalahan tidak hadir dalam undangan yang diberikan oleh Komisi I DPRD kota Batam.
“Kami ingin tau historical perpanjangan lahannya, kemudian bagaimana proses mediasi yang 7 kali gagal itu? Kok bisa 7 kali gagal, apa penyebabnya?,” ucap Lagat kepada awak media dengan nada kesal.
Ia menilai, posisi BP Batam merupakan representasi dari negara yang seharusnya memberikan solusi terhadap nasib para penghuni apartemen Indahpuri yang kini sudah rata dengan tanah.
“Nah, karna sudah dialokasikan terlebih dahulu, ya setidaknya mereka bisa mendorong PT Gutri ini memperlakukan mereka sebagaimana seharusnya dalam perjanjian, biasanya mereka bertanggung jawab melakukan pembebasan, ya ganti rugi bisa,” tutur Lagat.
Lagat menegaskan, sebelum dilakukan perpanjangan lahan, seharusnya dilakukan evaluasi terlebih dahulu dan setelah clean and clear, baru kemudian bisa di alokasikan.
“Ini kan ada objek bangunan di atas itu, lalu diperpanjang kan kepada PT yang sama, lalu PT yang lama menganggap bahwa perjanjian yang lama sudah selesai kan gak bisa begitu,” sambungnya.
Ia menilai, negara melalui BP Batam ini juga harus memperhatikan hak para penghuni yang sudah berdiam di apartemen tersebut yang sudah bahkan puluhan tahun di sana.
“Kalau BP Batam seperti itu kesannya kan jadi seperti perusahaan. Harusnya kan tetap mengedepankan solusi kepada penghuni, minimal diajak mediasi dulu. Perka nya mengatakan bahwa merekalah yang berhak terlebih dahulu di tawarkan warga mau gak diperpanjang,” terangnya.
“Kalo misalnya PT gak bisa memberikan solusi jadi apa dong, proses nanti izin izinnya nanti gimana? Nah minimal ada fight treatment kepada regulator yaitu BP batam pemberi alokasi lahan. Setidaknya kejadian yang sama tidak terulang lagi ke depan,” pungkasnya.
Dirinya juga menegaskan bahwa, sebelum ada kesepakatan dengan warga, seharusnya pembongkaran tersebut dihentikan. Namun, yang terjadi adalah terkesan melakukan pembiaran dan saat ini bangunan sudah rata dengan tanah.
“Namun karna masalah ini sudah masuk dalam wilayah pengadilan, kami gak boleh masuk, tadi saya baru tau sudah ada gugatan makanya kami gak bisa masuk,” sebutnya.
“Maka kami selalu sarankan ke pelapor agar serahkan ke kami dan kami akan periksa sampai selesai dan jangan lapor ke pengadilan karna kalau sudah masuk pengadilan, kami harus tutup laporannya,” tutup Lagat.(Sop)