Tanjungpinang, Bawaslu dan Sentra Gakkumdu Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri telah memutuskan proses hukum dugaan tindak pidana Pemilihan Umum (Pemilu) terkait politik uang (money politic) kepada terlapor paslon Bupati Bintan nomor urut 01, Apri Sujadi dihentikan atau tidak dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan. Surat putusan itu ditandatangani Ketua Bawaslu Kabupaten Bintan, Febriadinata pada Jumat (4/12/2020) kemarin sore.
Menanggapi putusan bawaslu itu, tim Kuasa Hukum Melianti (Pelapor) Jonson Panjaitan & Partner (Johnatan Andre Baskoro, Eka Prasetya dan Moris Moy Purba) secara tegas menolak hasil putusan Bawaslu Kabupaten Bintan tersebut.
“Kami disini tegas tidak menerima hasil keputusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu,” ucap, Johnatan Andre Baskoro, dalam koferensi pers di Mie Tarempa, Bintan Center. Sabtu (5/12/2020).
Pihaknya menilai hasil putusan Bawaslu itu tidak memberikan uraian atau penjelasan secara rinci dan jelas unsur-unsur mana saja yang tidak memenuhi. Bahkan Bawaslu mengatakan bahwasannya laporan yang disampaikan oleh pihaknya itu tidak memenuhi unsur.
“Bagaimana bisa dikatakan tidak memenuhi unsur, sudah jelas saksi-saksi kami hadir, kronologis sudah diceritakan sedemikian rupa, ada alat bukti lengkap baik photo, video, rekaman suara hingga amplop sudah serahkan kepada Bawaslu,” Jelasnya.
Pihaknya mempertanyakan netralitas dari BBawaslu itu sendiri. Bawaslu dituntut untuk profesional sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) dan transparan khususnya untuk money politic yang terjadi di Bintan.
“Yang kami sayangkan lagi, pembebanan pembuktian itu dilayangkan kepada masyarakat atau pelapor,” tegasnya,
Lanjutnya, seharusnya Negara sebagai penyelenggaran harus turut serta mendalami dan mengkaji betul-betul dugaan tersebut dan kalau ditanya, ini ada laporan tindak pidana Pemilu. Ya pasti ada dan ini sudah diakui oleh Bawaslu.
“Kenapa saya bilang demikian, karena ini sudah masuk kedalam kajian kedua. Artinya, memang betul disitu ada pelanggaran money politic,” ungkapnya.
Menurutnya, kalau tidak ada tindak pidana money politic, ini tidak akan masuk ke kajian kedua dan sudah selesai diawal. Artinya syarat formal yang disampaikan oleh piahknya tidak terpenuhi.
Eka Prasetya menambahkan, kenapa pihaknya mempertanyakan netralitas Bawaslu. Terduga inikan merupakan seseorang yang pernah berkuasa atau petahana, selama lima tahun tentu jarinya ada dimana-mana khususnya Bintan. Nah, sedangkan pelapor adalah seorang anak usia 17 tahun.
Untuk kasus sebesar money politic, beban pembuktiannya dibebankan kepada seorang anak (pelapor) dan justru pelapor ditekan.
“Bagaimana money politik ini bisa kebongkar kalau beban pembuktiannya dari pelapor. Ini tindak pidana, harusnya Negara dong yang bisa membuktikan dan harus membantu,” katanya.
Artinya, Bawaslu atau Gakkumdu tidak serius dalam membongkar kasus money politic ini dan alat buktinya sudah jelas kenapa gak didalami siapa pelakunya, uangnya darimana dan lain sebagainya.
“Saksi kami waktu diperiksa di Bawaslu ditanyain, “Kamu tau gak pasal 187 itu pemberi dan penerima bisa dipidana”. Meniru ucapan pemeriksa. Ini masyarakat loh, beban pembuktiannya jangan ke masyarakat nanti jadi takut untuk melapor apabila ada kejadian seperti kasus ini,” jelasnya.
Menurutnya, pembuktian money politic dimanapun di Indonesia selama penegakan hukum penyelenggara Pemilu tidak serius menanggapi laporan masyarakat dan beban pembuktian itu ditekankan kepada masyarakat akan susah untuk terbongkar.
“Ya, mohon maaf, Meli lain di indonesia akan lebih banyak. Tetapi yang lebih mengerikan dalam proses Pilkada masyarakat jadi tidak peduli karena penyelenggaranya seperti ini, tidak serius dalam menaggapi setiap pelanggaran Pemilu. Itu kekecewaan kami terhadap Bawaslu,” tegasnya.
Saat ini, kata dia, pihaknya sedang mengkaji dan mengumpulkan bukti-bukti untuk membawa ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) di Jakarta Pusat.
Mengkaji dalam arti, apakah benar ada pelanggaran dan apakan benar ada indikasi ketidak netralan berdasarkan bukti-bukti dan evaluasi pemeriksaan di Bawaslu terhadap saksi-saksi pelapor dan terlapor.
“Hasil kajian dari Bawaslu ini akan kami tindak lanjuti ke DKPP RI,” ucapnya.
Ia menyampaikan, salah satu unsur yang akan dilaporkan oleh pihaknya ke DKPP adalah dugaan intimidasi dari pada penyidik dengan ancaman-ancaman pasal tentang money politic yang cenderung mengarahkan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan suatu jawaban.
“Seharus Bawaslu hanya mengklarifikasi. Tetapi disana saksi-saksi kami itu diintimidasi. Itu yang kami rasakan didalam. Nah, ini salah satu yang akan kami laporkan ke DKPP dalam waktu dekat.” Pungkasnya.
(Simon Simatupang)